Aliansi Masyarakat Nusantara .AMANA. Mendukung Adanya RUU TNI.
Yogyakarta Media Rakyat 19.Com . Sabtu tanggal 29 Maret 2025 i Tugu Pal Putih Gowongan, Jetis Kota Yogyakarta telah berlangsung aksi damai penyampaian pendapat dimuka umum mendukung disahkan RUU TNI yang dilakukan oleh AMANA (Aliansi Masyarakat Nusantara) Yogyakarta dengan Koorlap Sdr. Trihadi Susanto (Aliansi Masyarakat Nusantara) dan di dukung banyak masyakat.
Asksi damai dengan Menggelar spanduk bertuliskan :
AMANA (Aliansi Masyarakat Nusantara) dukung disahkan RUU TNI.
RUU TNI tidak kembalikan Dwi fungsi ABRI.
Pengesahan RUU TNI sudah final, NKRI harga mati.dengan di sahkan RUU TNI. Masyarakat merasa Aman dan tentram dan Negara Sangat maju .
Dalam menyampaikan orasi yang intinya.
Bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 20 Maret 2025. tidak memiliki kecenderungan yang mengarah pada Dwifungsi ABRI seperti di era Presiden Soeharto
Bahwa kekhawatiran banyak orang itu maklum karena proses pembuatannya memang tidak melibatkan masyarakat. Secara prosedural sebenarnya tidak sejalan dengan jiwa peraturan pembentukan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, sebenarnya substansinya yang cenderung ke arah kembalinya Dwifungsi tidak ada lagi. justru penguatan terhadap konsep yang sudah lama ada.
Sejumlah kementerian/lembaga disebut sudah sejak lama mengangkat anggota TNI aktif sebagai pejabatnya. hal itu bukanlah hal yang baru. Sebagai misal seperti BNN, Badan Pengelola Perbatasan, terorisme, Kejaksaan sudah ada semuanya. Jadi sebenarnya tidak ada tambahan kalau institusi yang mempunyai pintu untuk dimasuki oleh TNI. Malah dikurangi satu yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dan sudah jelas bahwa RUU TNI bukan upaya mengembalikan dwifungsi TNI, walaupun proses pengesahan RUU tersebut dianggap mencurangi pernyataan sikap yang isinya :
Revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang disahkan oleh DPR pada 20 Maret 2025 tidak memiliki kecenderungan yang mengarah pada dwifungsi TNI seperti di era Presiden Soeharto. Regulasi ini tidak bertujuan untuk mengembalikan peran ganda militer dalam pemerintahan, melainkan untuk memperjelas aturan yang sudah ada sebelumnya.
Kekhawatiran masyarakat terhadap RUU ini merupakan hal yang wajar, terutama karena proses pembuatannya tidak melibatkan partisipasi publik secara luas. Meskipun secara prosedural dinilai kurang selaras dengan jiwa peraturan pembentukan perundang-undangan, substansinya sendiri tidak mengarah pada kebangkitan dwifungsi. Sebaliknya, revisi ini justru memperkuat konsep yang sudah lama diterapkan dalam sistem pertahanan negara.
Dalam struktur pemerintahan, Panglima TNI tetap berada di bawah Presiden, sebagaimana yang telah berlaku sejak dulu. Menteri Pertahanan tetap menjadi
pemegang kewenangan dalam strategi pertahanan serta penyediaan alat utama sistem senjata (alutsista) dan logistik. Revisi ini juga menegaskan bahwa
anggota TNI aktif yang ingin menempati jabatan sipil diwajibkan untuk mengundurkan diri atau pensiun, kecuali dalam 16 institusi yang memang membutuhkan peran mereka dalam tugas-tugas pertahanan.
4) Pasal 47 dalam revisi ini yang menambah jumlah institusi yang dapat diisi oleh anggota TNI dari 10 menjadi 15 atau 16 bukanlah tanda kembalinya dwifungsi. Kebijakan tersebut sudah ada jauh sebelum revisi ini disahkan dan bukan
merupakan suatu hal yang baru. Perubahan ini lebih kepada penyesuaian terhadap kebutuhan pertahanan yang terus berkembang.
5) Sejumlah kementerian dan lembaga diketahui telah lama mengangkat anggota TNI aktif dalam posisi tertentu. Hal ini bukan sesuatu yang baru, mengingat
institusi seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Pengelola Perbatasan, dan
Kejaksaan sudah sejak lama memiliki anggota TNI aktif di dalamnya. Bahkan revisi ini justru mengurangi jumlah institusi yang dapat dimasuki anggota TNI, dengan dikeluarkannya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dari daftar
tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa RUU TNI 2025 bukanlah upaya untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Meskipun proses
pengesahannya menimbulkan kontroversi karena dianggap kurang melibatkan masyarakat, substansi regulasi ini tetap berfokus pada penguatan sistem pertahanan nasional dan pembagian peran yang lebih jelas antara militer dan
Pemerintahan sipil.) Mendorong mahasiswa dan masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara tertib dan bertanggung jawab, dengan tetap menjaga fasilitas umum serta memastikan kondusifitas di tengah masyarakat Yogyakarta. Kebebasan
berekspresi adalah hak setiap warga negara, namun harus dilakukan dengan cara yang damai dan tidak merugikan kepentingan publik.
Aksi damai dengan berjalan Aman dan tertib. ( Zuma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar