Strategi Konservasi dari Leluhur Yang Selalu Kita Peringati
Media Rakyat 19. Com
Hari Strategi Konservasi Sedunia diperingati setiap tanggal 6 Maret karena bertepatan dengan tanggal peluncuran dokumen World Conservation Strategy (WCS) pada tahun 1980. Dokumen ini diluncurkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), World Wildlife Fund (WWF), dan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa, menjadikannya sebagai negara kedua dengan tingkat keanekaragaman hayati (megabiodiversitas) tertinggi di dunia. Sumber daya alam hayati dan ekosistem, yang lebih dikenal sebagai keanekaragaman hayati, merupakan komponen penting dari sumber daya alam. Ini mencakup variasi tipe ekosistem, spesies flora dan fauna, serta keragaman genetik. Keanekaragaman hayati memiliki fungsi dan manfaat yang signifikan sebagai elemen pembentuk lingkungan hidup, dengan peran yang tidak tergantikan dan sangat penting bagi kehidupan manusia.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menjadi hal yang sangat krusial. Kerusakan pada salah satu komponen keanekaragaman hayati dapat menimbulkan dampak kerugian besar bagi masyarakat, yang nilainya tidak dapat diukur secara materi, serta proses pemulihannya sangat sulit dilakukan. Berbagai pihak telah berkontribusi dalam upaya konservasi ini, mulai dari pemerintah pusat, lembaga swasta, pelajar, hingga masyarakat umum.
Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (megabiodiversitas), Indonesia juga memiliki kekayaan kearifan lokal yang beragam. Sejak dahulu, leluhur bangsa Indonesia telah menjalin hubungan harmonis dengan alam, serta menghormati dan menghargainya sebagai bagian dari kehidupan. Hal ini terbukti dengan pemanfaatan sumber daya alam yang selaras dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Praktik-praktik pengelolaan lingkungan berkelanjutan ini telah menjadi identitas budaya Nusantara. Berbagai tradisi seperti ngasa di Brebes, sasi di Maluku, awig-awig di Bali, panglima laot di Aceh, tana ulen di Kalimantan, hingga tembawang di Kalimantan Barat mencerminkan kecerdasan ekologis masyarakat lokal dalam menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam.
Setidaknya, Indonesia memiliki lebih dari 30 juta hektar wilayah adat yang telah diregistrasi, termasuk potensi hutan adat seluas lebih dari 23 ribu hektar yang tersebar di berbagai pulau di Nusantara. Potensi ini memberikan peluang besar untuk mewujudkan arah konservasi yang lebih baik. Namun, peminggiran masyarakat adat terus berlangsung, diperparah oleh degradasi ekosistem yang memicu dampak serius seperti perampasan wilayah adat, kekerasan, kriminalisasi, dan penyangkalan hak-hak masyarakat adat. Sepanjang tahun 2021, tercatat 13 kasus perampasan wilayah adat dengan total area mencapai 251.000 hektar, yang berdampak langsung pada 103.717 jiwa.
Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat adalah fondasi utama dalam strategi konservasi berbasis kearifan lokal. Integrasi pendekatan konservasi berbasis adat ke dalam kebijakan konservasi di Indonesia sangatlah krusial. Hal ini dapat dicapai dengan memperkuat kerangka hukum yang mengakui hak-hak masyarakat adat dan memberikan mereka peran yang lebih signifikan dalam pengelolaan kawasan konservasi. Tujuan dari konservasi tidak hanya untuk melestarikan keanekaragaman hayati, tetapi juga untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia, terutama hak-hak masyarakat adat yang telah lama berfungsi sebagai pelindung alam.
Lokasi Pengelolaan hutan .UNS.
Kontributor.Ita Mirrotul Tsaqila.( Awak Media.Inung Ali )
Cemungut mba itaaa.. Asah terus kreatifitasmu🥰
BalasHapus